Laman

Check This

Minggu, 27 September 2020

Masa Kecil Rentan Trauma

Apa yang terjadi di masa kanak-kanakmu bisa terbawa sampai kamu dewasa
Sumber Foto: http://allisondavismaxon.com/the-lingering-effects-of-childhood-trauma/

Haii guys, kali ini aku mau bahas suatu topik yang kerap terjadi di sekitar kita atau bahkan pada diri kita sendiri. Dari judulnya aja kalian pasti tau kan apa yang mau aku bahas? Yups, aku mau bahas tentang trauma.

Sebelum membahas lebih jauh tentang trauma, ada baiknya kalian mengetahui apa sih trauma itu? Dilansir dari laman ecmhc.org milik Early Childhood Mental Health Consultation, trauma adalah pengalaman emosional yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari memori kejadian buruk di masa silam. Pengalaman traumatis ini dapat bersifat objektif maupun subjektif, baik itu karena kekerasan fisik, emosional, hingga kejadian yang mengancam nyawa.

Trauma bisa terjadi kepada siapa saja, tidak mengenal usia dan gender. Nah, di sini aku akan membahas tentang trauma masa kecil yang terjadi pada seorang anak. Menurut data yang dihimpun oleh National Child Traumatic Stress Network, 78 persen anak mengalami pengalaman traumatis sebelum menginjak usia 5 tahun. Miris ya, usia anak yang belum banyak mengerti tentang dunia justru harus mengalami pengalaman traumatis sebelum anak menginjak usia 5 tahun.

Jika berbicara tentang trauma, sebagian orang mungkin akan langsung berpikir tentang peristiwa mengerikan yang pernah dialami. Hal itu memang benar, tetapi peristiwa mengerikan tersebut tidak harus seperti terkunci di kamar mandi, terjebak di lift, diculik oleh orang asing, dan kejadian lainnya. Ada peristiwa yang bahkan terkesan sepele, tetapi pada kenyataannya tetap menimbulkan rasa trauma.

Di sini aku akan merujuk ke pembahasan yang lebih spesifik tentang trauma yang timbul dari lingkungan terdekat setiap orang, yaitu keluarga, dimana anak sering kali menjadi korban. Aku menulis tulisan ini berdasarkan apa yang kuketahui, pengamatanku dari cerita orang lain entah teman dekat atau dari media sosial, jadi jika ada kesalahan pembahasan bisa dikoreksi.

Langsung saja ke permasalahan pertama yang paling sering aku temui yaitu pertengkaran orang tua dalam keluarga. Seringkali orang tua bertengkar dalam keluarga, enggan berpisah karena alasan “demi anak”. Akan tetapi, orang tua tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya tersebut bisa saja menimbulkan trauma kepada anak yang menyaksikan pertengkaran orang tuanya hampir setiap hari.

Dalam pertengkaran orang tua, perkataan dan perbuatan negatif yang disaksikan si anak tidak akan begitu saja hilang dari ingatannya. Pada beberapa peristiwa, hal ini dapat terus diingat anak hingga ia dewasa. Bahkan dalam beberapa kasus yang aku baca di media sosial Instagram, banyak dari mereka yang tidak berkeinginan untuk berumah tangga atau menjalin ikatan dengan lawan jenis dikarenakan rasa trauma yang mereka alami saat kecil atau bahkan berlangsung hingga mereka remaja. Ada dari mereka yang takut saat menikah nanti akan diperlakukan kasar oleh pasangannya, ada yang takut diberi cacian setiap hari, dan banyak lagi ketakutan-ketakutan lainnya dari rasa trauma itu.

Hal kedua yang aku amati sering menimbulkan rasa trauma adalah perlakuan orang tua ke anak. Aku belum menjadi orang tua, jadi aku akan berbicara lebih banyak dari sudut pandangku sebagai anak. Terkadang orang tua bersikap keras dan penuh penekanan kepada anak mungkin dimaksudkan supaya si anak tersebut menjadi pribadi yang kuat, tidak cengeng, dapat bertahan di segala situasi, dan tahan banting. Namun, hal tersebut seringkali di luar prediksi mereka. Dalam beberapa kasus, anak bukannya tumbuh menjadi pribadi yang kuat, tetapi justru ia selalu merasa tertekan, tidak disayang, selalu disalahkan, dan perasaan negatif lainnya yang timbul pada diri anak. Inner child dalam diri mereka mungkin akan selalu mengingat kata-kata dan perlakuan keras atau bahkan kasar yang diberikan oleh orang tua.

Misalnya saja, orang tua menyalahkan anaknya atas apa yang dilakukan anaknya dengan menyebut anak itu “Bodoh” dan “Payah” atau mungkin memukul anaknya ketika anaknya berbuat kesalahan kecil. Percayalah, hal tersebut dapat membuat mental anak menjadi down. Mungkin beberapa anak dapat dengan mudah melupakan perkataan dan perbuatan negatif orang tua ke anak. Masalahnya ialah tidak semua orang seperti itu, banyak dari mereka yang terus mengingat perkataan dan perlakuan negatif itu hingga mereka dewasa, bahkan seumur hidup. Wah bisa sampai seumur hidup? Bukannya bisa dilupakan seiring berjalannya waktu? Memang benar, tetapi walaupun sudah mencoba melupakan rasa trauma tersebut, ketika ada hal yang menjadi pemicunya (mengingatkannya pada peristiwa traumatis itu) maka orang tersebut dapat mengingatnya kembali.

Dampak dari rasa trauma yang berlanjut hingga dewasa
Sumber Foto: https://www.steampoweredfamily.com/brains/the-impact-of-childhood-trauma/

Dari pembahasan di atas, bisa dipahami bukan bahwa peristiwa traumatis, apapun peristiwanya akan sangat berdampak pada si anak? Bukan hanya berdampak pada karakter si anak, bagaimana ia menempatkan diri dalam masyarakat, tetapi juga bisa berdampak ke kesehatan, baik kesehatan fisik, kesehatan emosional, dan juga kesehatan psikis. Ingat, pada beberapa masalah kesehatan psikis dapat menimbulkan kecenderungan untuk suicide, jadi jangan remehkan kesehatan psikis ini.

Seperti yang aku katakan di awal, trauma bisa terjadi pada siapa saja dan dimana saja, bahkan dalam keluarga kita. Ketika kalian pernah mengalami peristiwa traumatis yang tidak dapat dilupakan atau terus membekas hingga saat ini, coba konsultasikan ke psikolog atau psikiater supaya dampak dari rasa trauma tersebut tidak semakin parah. Jika memang ragu untuk berkonsultasi atau terhalang biaya konsultasi yang mahal, kalian bisa mencoba untuk mengajak inner child kalian berdamai dengan peristiwa tersebut (yang ini tips dari temanku). Yukk, teman-teman coba sembuhkan rasa trauma yang kalian miliki. Memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri atas peristiwa traumatis yang terjadi pada diri kalian. Semua orang berhak bahagia, hidup tanpa dibayang-bayangi peristiwa traumatis, dan tentunya hidup tenang :)

Duh kalo bahas tentang hal-hal seperti ini aku jadi semangat nulis, bahkan lebih semangat dari ketika aku mengerjakan skripsi hahaha. Nggak nyangka tulisan ini bakal menjadi cukup panjang. Awalnya aku cuma spontan menulisnya ketika mendapat ide, lalu entah bagaimana aku terbawa suasana sehingga makin semangat membahasnya hahaha. Minggu depan Insha Allah aku publish tulisan lain, udah kutulis sih cuma masih butuh beberapa revisi dari aku sendiri hehe. Akhir kata, terima kasih atas kesediaannya berkunjung ke blog yang baru bangkit dari mati surinya ini, selamat membaca!