Apa yang terjadi di masa kanak-kanakmu bisa terbawa sampai kamu dewasa Sumber Foto: http://allisondavismaxon.com/the-lingering-effects-of-childhood-trauma/ |
Haii guys, kali ini aku mau bahas suatu topik yang kerap terjadi di sekitar kita atau bahkan pada diri kita sendiri. Dari judulnya aja kalian pasti tau kan apa yang mau aku bahas? Yups, aku mau bahas tentang trauma.
Sebelum membahas lebih jauh tentang trauma, ada baiknya kalian mengetahui apa sih trauma itu? Dilansir dari laman ecmhc.org milik Early Childhood Mental Health Consultation, trauma adalah pengalaman emosional yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari memori kejadian buruk di masa silam. Pengalaman traumatis ini dapat bersifat objektif maupun subjektif, baik itu karena kekerasan fisik, emosional, hingga kejadian yang mengancam nyawa.
Trauma bisa terjadi kepada siapa saja, tidak
mengenal usia dan gender. Nah, di sini aku akan membahas tentang trauma masa
kecil yang terjadi pada seorang anak. Menurut data yang dihimpun oleh National
Child Traumatic Stress Network, 78 persen anak mengalami pengalaman traumatis
sebelum menginjak usia 5 tahun. Miris ya, usia anak yang belum banyak mengerti
tentang dunia justru harus mengalami pengalaman traumatis sebelum anak
menginjak usia 5 tahun.
Jika berbicara tentang trauma, sebagian orang
mungkin akan langsung berpikir tentang peristiwa mengerikan yang pernah dialami.
Hal itu memang benar, tetapi peristiwa mengerikan tersebut tidak harus seperti
terkunci di kamar mandi, terjebak di lift, diculik oleh orang asing, dan
kejadian lainnya. Ada peristiwa yang bahkan terkesan sepele, tetapi pada
kenyataannya tetap menimbulkan rasa trauma.
Di sini aku akan merujuk ke pembahasan yang lebih
spesifik tentang trauma yang timbul dari lingkungan terdekat setiap orang,
yaitu keluarga, dimana anak sering kali menjadi korban. Aku menulis tulisan ini
berdasarkan apa yang kuketahui, pengamatanku dari cerita orang lain entah teman
dekat atau dari media sosial, jadi jika ada kesalahan pembahasan bisa
dikoreksi.
Langsung saja ke permasalahan pertama yang paling
sering aku temui yaitu pertengkaran orang tua dalam keluarga. Seringkali orang
tua bertengkar dalam keluarga, enggan berpisah karena alasan “demi anak”. Akan
tetapi, orang tua tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya tersebut bisa saja
menimbulkan trauma kepada anak yang menyaksikan pertengkaran orang tuanya
hampir setiap hari.
Dalam pertengkaran orang tua, perkataan dan
perbuatan negatif yang disaksikan si anak tidak akan begitu saja hilang dari
ingatannya. Pada beberapa peristiwa, hal ini dapat terus diingat anak hingga ia
dewasa. Bahkan dalam beberapa kasus yang aku baca di media sosial Instagram,
banyak dari mereka yang tidak berkeinginan untuk berumah tangga atau menjalin
ikatan dengan lawan jenis dikarenakan rasa trauma yang mereka alami saat kecil
atau bahkan berlangsung hingga mereka remaja. Ada dari mereka yang takut saat
menikah nanti akan diperlakukan kasar oleh pasangannya, ada yang takut diberi
cacian setiap hari, dan banyak lagi ketakutan-ketakutan lainnya dari rasa
trauma itu.
Hal kedua yang aku amati sering menimbulkan rasa
trauma adalah perlakuan orang tua ke anak. Aku belum menjadi orang tua, jadi
aku akan berbicara lebih banyak dari sudut pandangku sebagai anak.
Terkadang orang tua bersikap keras dan penuh penekanan kepada anak mungkin
dimaksudkan supaya si anak tersebut menjadi pribadi yang kuat, tidak cengeng,
dapat bertahan di segala situasi, dan tahan banting. Namun, hal tersebut
seringkali di luar prediksi mereka. Dalam beberapa kasus, anak bukannya tumbuh
menjadi pribadi yang kuat, tetapi justru ia selalu merasa tertekan, tidak
disayang, selalu disalahkan, dan perasaan negatif lainnya yang timbul pada diri
anak. Inner child dalam diri mereka mungkin akan selalu mengingat
kata-kata dan perlakuan keras atau bahkan kasar yang diberikan oleh orang tua.
Misalnya saja, orang tua menyalahkan anaknya atas
apa yang dilakukan anaknya dengan menyebut anak itu “Bodoh” dan “Payah” atau
mungkin memukul anaknya ketika anaknya berbuat kesalahan kecil. Percayalah, hal
tersebut dapat membuat mental anak menjadi down. Mungkin beberapa anak
dapat dengan mudah melupakan perkataan dan perbuatan negatif orang tua ke anak.
Masalahnya ialah tidak semua orang seperti itu, banyak dari mereka yang terus
mengingat perkataan dan perlakuan negatif itu hingga mereka dewasa, bahkan
seumur hidup. Wah bisa sampai seumur hidup? Bukannya bisa dilupakan seiring
berjalannya waktu? Memang benar, tetapi walaupun sudah mencoba melupakan rasa
trauma tersebut, ketika ada hal yang menjadi pemicunya (mengingatkannya pada
peristiwa traumatis itu) maka orang tersebut dapat mengingatnya kembali.
Dampak dari rasa trauma yang berlanjut hingga dewasa Sumber Foto: https://www.steampoweredfamily.com/brains/the-impact-of-childhood-trauma/ |
Dari pembahasan di atas, bisa dipahami bukan
bahwa peristiwa traumatis, apapun peristiwanya akan sangat berdampak pada si
anak? Bukan hanya berdampak pada karakter si anak, bagaimana ia menempatkan
diri dalam masyarakat, tetapi juga bisa berdampak ke kesehatan, baik kesehatan
fisik, kesehatan emosional, dan juga kesehatan psikis. Ingat, pada beberapa
masalah kesehatan psikis dapat menimbulkan kecenderungan untuk suicide,
jadi jangan remehkan kesehatan psikis ini.
Seperti yang aku katakan di awal, trauma bisa
terjadi pada siapa saja dan dimana saja, bahkan dalam keluarga kita. Ketika
kalian pernah mengalami peristiwa traumatis yang tidak dapat dilupakan atau
terus membekas hingga saat ini, coba konsultasikan ke psikolog atau psikiater
supaya dampak dari rasa trauma tersebut tidak semakin parah. Jika memang ragu
untuk berkonsultasi atau terhalang biaya konsultasi yang mahal, kalian bisa
mencoba untuk mengajak inner child kalian berdamai dengan peristiwa
tersebut (yang ini tips dari temanku). Yukk, teman-teman coba sembuhkan rasa
trauma yang kalian miliki. Memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri atas
peristiwa traumatis yang terjadi pada diri kalian. Semua orang berhak bahagia,
hidup tanpa dibayang-bayangi peristiwa traumatis, dan tentunya hidup tenang :)
Duh kalo bahas tentang hal-hal seperti ini aku
jadi semangat nulis, bahkan lebih semangat dari ketika aku mengerjakan skripsi
hahaha. Nggak nyangka tulisan ini bakal menjadi cukup panjang. Awalnya aku cuma
spontan menulisnya ketika mendapat ide, lalu entah bagaimana aku terbawa
suasana sehingga makin semangat membahasnya hahaha. Minggu depan Insha Allah
aku publish tulisan lain, udah kutulis sih cuma masih butuh beberapa
revisi dari aku sendiri hehe. Akhir kata, terima kasih atas kesediaannya
berkunjung ke blog yang baru bangkit dari mati surinya ini, selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar